Pages

 

Wednesday, December 15, 2010

Syukur (Ikhlas)

0 comments
Merdeka !
 
Redaksi : kata syukur, atau orang sering menyebut ikhlas, rela, mempunyai arti yang umum untuk menerima apa adanya. Tetapi sebenarnya lebih dari itu,
              lebih dari sekedar menerima apa adanya, yang terkesan bahwa kita menyerah pada nasib. Karena syukur tidak hanya menerima apa adanya, tetapi lebih pada   
              menghormati jalan hidup yang kita jalani, jalan hidup yang diberikan oleh sang Maha Kuasa, dengan menjalankan hidup dengan sebenar - benarnya.


Kita yang tinggal di kawasan Muka Kuning, Batam, pasti tahu beberapa tempat makan yang dikelola oleh Batamindo Industrial Park, ada Pujasera (dekat plaza batamindo), ada cansera (blok Q), Wansera (dibelakang Rubycon) atau yang paling favorite buat saya adalah Panasera (dekat dormitory-nya gadis - gadis blok P).
Selain karena alasan itu, Panasera memang buka non-stop 24 jam sehari, sehingga cocok untuk bersosialisasi (baca:tongkrong) dengan banyak orang.

Dari tempat makan ini, saya mengenal banyak orang dari segala lapisan, bahkan boleh di bilang hampir separo lebih orang yang saya kenal di Batam ini, berawal dari tempat ini. Sebagian dari mereka adalah teman baik saya sampai sekarang.
Tengah malam, dengan ditemani teh susu, saya sering ngobrol dengan beberapa pegawai stal - stal makanan ataupun minuman, penjaja rokok, penjual Koran, security maupun beberapa karyawan perusahaan lain.
Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yang pernah saya kunjungi ataupun cuma saya baca beritanya, sehingga bisa menambah wawasan kita. Bahan perbincanganpun bisa dari sepakbola, politik, filsafat hidup, bahkan sampai masalah wanita.

Raul, nama aslinya adalah udin, adalah orang aceh yang berjualan rokok yang paling sering ngobrol dengan saya, usia kami sama, bahkan kami nikah cuma beda 4 bulan, saya ingat tanggal nikahnya, karena saya di undang waktu itu. Kami berteman sejak masih lajang, bahkan dulu kami sering ikut "ribut-ribut" bareng kalau ada keonaran di Panasera.
Dia rajin membaca Koran dan bertanya banyak hal dari saya. Bahkan sering minta print out berita di internet kalau ada berita yang lagi "hot".

Yang dia lakukan bukan untuk gagah - gagahan, tapi lebih dari sekedar dia menghormati rejeki dia. Di meja dia jualan rokok, lebih sering penuh daripada yang lain, yang otomatis yang beli rokok juga lebih banyak. Karena dari beberapa orang yang jualan rokok di situ, dia yang paling "berwawasan" , orang jadi suka ketempat dia untuk mengobrol banyak hal. Dia tidak pernah mengeluh karena berjualan rokok, bahkan dia menghormati jalan hidup yang dia terima dengan banyak berimprovisasi, bahkan
sekarang dia juga jualan pulsa elektronik, handphone, bahkan sampai memesankan tiket pesawat. Itu karena pergaulan dia yang luas. Bagi saya dia juga guru hidup, dan kami saling menghormati.

Satu lagi yang berkesan dalah seorang bapak tua, yang biasa kami panggil Pak Dhe (tinggalnya di Bida Ayu, depan tempat irul), usianya sekitar 55 tahun. Dia sudah pulang kampung hampir dua tahun yang lalu. Beliau bahkan akrab dengan istri dan anakku, bahkan ketika pak dhe pulang istriku nitip baju buat beliau.

Orangnya selalu tersenyum, pekerjaan sehari - hari adalah tukang sapu dan bersih - bersih kawasan Panasera. Saya mengenalnya dari semenjak saya belum berkeluarga, kebetulan beliau orang Kendal, sebuah kota satelit Semarang, kota saya tercinta.
Dengan gaji yang beliau terima, beliau hanya menikmati sedikit saja, karena sebagian besar dikirim ke kampung. Tak jarang saya sering memberi beliau rokok sebagai sebuah simpati saya pada beliau. Walau yang saya dapat dari beliau lebih dari itu.

Saya pernah bertanya kepada beliau, mengapa beliau memilih perkerjaan ini, bukankah seumuran beliau harusnya lebih banyak istrirahat.
Jawab beliau," orang hidup itu hanya sekedar menjalani suratan hidupnya, yang telah diberikan oleh sang Kuasa".

Beliau selalu penuh tanggung jawab membereskan pekerjaannya, walau sering kita lihat kelelahan wajah tuanya tidak bisa menyembunyikannya, tapi beliau selalu tersenyum. Bahkan masih sering menasehati saya supaya menghormati rejeki yang saya terima dengan bekerja sebaik-baiknya,karena rejeki itu datang dari Tuhan, dan wujud syukur itu adalah menghormati dari mana rejeki kita datang.
Mudah - mudahan beliau selalu sehat, karena masih banyak yang harus saya pelajari dari orang seperti itu.

--- o ---

Bulan Juni kemarin, sewaktu mewakili perusahaan untuk memberi bantuan ke Jogja, saya sempat tertinggal pesawat dari Jakarta ke Jogja. Dan karena sudah malam saya memutuskan untuk menginap di hotel, menunggu penerbangan besok paginya.
Entah kenapa mobil hotel yang menjemput kami, yang sudah terlihat waktu kami mengurus tiket, tidak sabar menunggu dan meninggalkan kami.
Di luar bandara, seorang teman dari Batam menelpon kami, dan menyarankan untuk menginap di rumah temannya, seorang pegawai Damri Bandara.

Namanya Amat, kami memanggilnya Cak Amat, yang menjemput kami di Bandara. Segera kami kerumah kontrakannya, dekat dengan kawasan bandara.
Saat itu sedang rame - ramenya Piala Dunia, sehingga setelah terisi sepiring nasi goreng kambing, kami menonton pertandingan tengah malam dan dilanjutkan sampai paginya, walhasil saya sama sekali tidak tidur.
Tapi dari obrolan kami yang "cuma" setengah malam, saya mendapat "sedikit" ilmu tentang syukur itu sendiri.

Kami mengobrol masalah rumah tangga, kebetulan beliau selama ini jauh dari istri, dan sudah dikaruniai seorang putri yang sudah besar.
Beliau bilang "menyesal" kenapa jauh dari istri, sedangkan sering dia butuh saran seorang istri dalam berbagai masalah. Tapi lepas dari itu, beliau bersyukur atas istri yang mau mengerti dan selalu memberi semangat hidup buat beliau.

Obrolan kami berkembang kemasalah umum tentang rumah tangga, dan sepakat bahwa syukur tidak hanya kepada pendapatan yang kita peroleh secara
materi, tetapi juga syukur atau ikhlas pada pasangan hidup yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita.
Ikhlas terhadap istri, maka kita akan selalu menghadapi hidup dengan bahagia. Menerima istri kita sebagai anugerah yang Tuhan berikan,
memperlakukannya dengan ikhlas dalam berbagai hal, separuh dunia akan menjadi milikmu.

Itulah syukur,
Banyak dalam hidup ini yang perlu kita syukuri, semua ini adalah pemberian Tuhan, jangan sia - siakan dengan mengeluh, marah dan putus asa.
Bahkan sesuatu yang kita sebut dengan "kegagalan" adalah sebuah syukur nikmat berupa pelajaran yang berharga, buka hati kita pandanglah sekelilingmu atas nikmat dari sang Maha Kuasa.

Kalau kita memandang apa yang tidak kita punya, kita akan merasa tidak punya apa - apa, tapi pandanglah yang ada di "tangan" kita, kita seperti memilik segalanya.
Semoga hari ini lebih baik dari kemarin

From my friend for all of us
DQ – pejuang pemikir, pemikir pejuang(yang lagi belajar untuk bersyukur...)

No comments:

Post a Comment