Pages

 

Tuesday, December 21, 2010

Amanah

0 comments
Merdeka !

Amanah
(red : apakah yang paling berat di dunia ini? Bukan batu, gunung ataupun besi, tetapi amanah)

Umar bin Khatab, singa padang pasir, suatu hari, disaat pasukannya tidak terhentikan untuk menguasai wilayah kekuasaan yang semakin luas, tiba – tiba meminta pasukannya berhenti dan mengajak untuk kembali. Para panglimanya merasa heran, bagaimana mungkin pasukan yang tidak terkalahkan tiba-tiba harus ditarik mundur.
Kemudian mereka bertanya,” wahai khalifah, mengapa anda minta pasukan kita untuk kembali, bukankah masih luas daerah yang bisa kita kuasai”.
Jawab Umar dengan kerendahan hati,” terlalu berat bagiku, terlalu berat amanah ini, aku khawatir apabila ada satu saja seekor unta mati kelaparan didaerah kekuasaanku tanpa aku ketahui, bagaimana pertanggung jawabanku di hadapan Allah kelak”.

Atau mungkin ada yang masih ingat cerita tentang bapak bangsa ini, Hatta.
Ketika bapak bangsa kita meninggal, di dalam dompetnya terdapat secarik kertas guntingan Koran tahun 50-an, saat beliau menjabat sebagai wakil presiden. Sebuah iklan yang menawarkan sebuah sepatu yang menjadi idaman bapak kita tersebut. Tapi sampai akhir hayat beliau sepatu itu tidak pernah terbeli, karena beliau selalu memberikan pendapatan beliau sebagai wakil presiden kepada mereka yang membutuhkan, dan tidak pernah mempergunakan jabatan beliau untuk meminta dibelikan. Saya percaya beliau selalu menjaga amanah, mendahulukan kepentingan bangsa ini daripada kepentingan pribadi.
Ketika banyak teman beliau menanyakan, mengapa beliau tidak segera menikah padahal umur beliau sudah lebih dari cukup, beliau jawab, setelah negeri kita merdeka.
Indonesia merdeka adalah amanah yang beliau terima ketika dipercaya memimpin Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda di tahun 20-an.
Atau ketika mundur dari pemerintahan, beliau harus sibuk mencari rumah kontrakan.

Berbicara amanah mungkin kelihatan begitu ringannya, tanpa sadar bahwa yang kita bicarakan adalah sesuatu yang paling berat didunia ini.
Amanah tidak hanya ketika diserahi tanggung jawab memimpin sebuah instansi, partai ataupun perkumpulan. Tapi lebih dari itu, hidup ini adalah amanah itu sendiri.
Setiap tarikan nafas kita adalah amanah dari Tuhan, apakah kita pergunakan waktu kita dengan benar atau malah melanggar larangan-Nya.

Mampukah kita menjaga setiap amanah yang diberikan Tuhan kepada kita dengan benar, ingatlah bahwa yang kita sebut dengan cobaan itu tidak hanya dalam kondisi kita merasa tidak diuntungkan tetapi juga pada saat kita mendapat limpahan kenikmatan. Limpahan rejeki itu adalah adalah amanah juga, mau kita bawa kemana harta kita, untuk kebaikan atau hanya untuk bersombong diri, atau bahkan untuk berbuat maksiat.

Sebuah peristiwa yang membekas dalam hati saya, di saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Malam itu, saya yang memang suka sekali tidur dikursi depan, mendengar bapak saya meratap diselingi suara lembut ibu saya yang menghibur beliau. Karena rumah kami kecil, percakapan beliau berdua dengan jelas saya dengarkan.
Kejadiannya bermula dari tadi sore, bapak saya sedikit mengeluarkan kata – kata keras kepada ibu sepulang dari bekerja, baru sekali itu saya lihat beliau bersuara keras dihadapan ibu, seumur hidup sampai ibu meninggal. Dari percakapan beliau berdua, saya mendengar bapak saya sangat menyesal dengan tindakan beliau tadi sore.
“saya telah membuat kesalahan besar,” berkata bapak saya.
“sebagai kepala keluarga, saya tidak bisa menjaga amanah dengan benar. Sebagai kepala keluarga, pemimpin keluarga ini saya harus ikhlas, itulah pertanggung jawaban saya dihadapan Tuhan kelak, pertanggung jawaban atas keluarga yang saya pimpin. Mudah – mudahan tindakan saya di ampuni oleh Tuhan dan saya minta maaf sama kamu (ibu saya) kalau saya kurang ikhlas dalam menjawab”.
Saya tahu, dan percaya, beliau berdua pasti saling memaafkan, dan selalu saling mengingatkan untuk selamat dunia akhirat.

Kemudian di suatu kesempatan, di saat kami semua duduk di teras di sore hari, kebiasaan kami sekeluarga.
Bapak dan ibu menasehati kami, supaya berhati – hati dalam mengemban amanah.
“Jadi pemimpin itu tidak mudah, walaupun syaratnya cuma dua. Yang pertama kalian harus berilmu, kalau tidak berilmu mana tahu apa yang dipimpin, dan yang kedua harus ikhlas, jadi menjalankan amanah itu ikhlas karena Allah”.

Amanah pada setiap tarikan nafas kita, demi masa kita hanya akan merugi kalau waktu yang diberikan kepada kita, hanya kita sia – siakan begitu saja. Kalau memang ingin berbuat baik lakukanlah sekarang juga, berhati-hatilah dengan langkah anda, karena anda tidak pernah tahu apakah langkah anda adalah langkah terakhir hidup anda atau tidak.
Amanah ada disetiap sendi kehidupan kita, jangan mencoba bermain – main disitu, karena pertanggung jawabannya sangat berat dihadapan Allah, tetapi kalau anda lulus uji, nilai anda akan menjadi lebih di mata Allah.
Dengan berilmu dan ikhlas, maka kita emban setiap amanah yang diberikan kepada kita, selalu pada jalan yang semestinya.

Kalau anda sebagai pekerja, emban amanah dengan bekerja sebaik-baiknya sebagai wujud syukur atas rejeki kita.
Sebagai seorang guru, ikhlas lah dalam mengajar anak didik anda, setiap perbuatan baik yang anda sampaikan kemereka dan mereka melakukannya itu adalah tabungan anda di akhirat kelak.
Sebagai pemimpin sebuah partai, perkumpulan, jadikanlah perkumpulan anda menjadi panutan atas kebaikan itu sendiri, jangan menyebar kebencian.
Sebagai pemimpin agama, jagalah kata – kata anda, berikan peneduh hati kepada jamaah anda.
Sebagai suami atau istri, ihlaslah kepada pasangan anda dalam segala hal, maka separuh dunia akan menjadi milik anda.
Sebagai anak, menjaga martabat orang tua, menghormati mereka yang masih hidup dan mendoakan mereka yang sudah meninggal.
Sebagai orang tua, mendidik anak kita dengan kasih sayang, supaya mereka melakukan hal yang sama kelak.

Dan sebagai warga negara,
mari kita jaga negeri yang telah diamanahkan oleh Tuhan ini, negeri yang diperjuangkan ratusan tahun dengan darah dan air mata.
Para bapak bangsa telah mempersatukan negeri ini, dilanjutkan dengan pembangunan ekonomi negeri ini, jadi apakah kita hanya akan menghancurkannya?
Mari kita lupakan perbedaan untuk bangsa ini, apapun agama anda, suku anda, partai anda, jabatan anda, pendidikan anda, bersama – sama, dengan hati ikhlas menjaga amanah Tuhan atas bangsa ini.
Tidakkah kita sadar, bencana alam, kelaparan di negeri ini adalah peringatan dari Tuhan atas kelalaian kita menjaga amanah ini.
Mudah – mudahan kita tidak terlena, karena sebahagia – bahagianya manusia, adalah mereka yang sadar dan mampu membaca akan kebesaran Tuhan.

Terima kasih, sampaikan salam saya buat keluarga terkasih  anda, amanah yang harus anda jaga,

From My Best Friend for all of Us
DQ – pejuang pemikir, pemikir pejuang

Read more...

Wednesday, December 15, 2010

Syukur (Ikhlas)

0 comments
Merdeka !
 
Redaksi : kata syukur, atau orang sering menyebut ikhlas, rela, mempunyai arti yang umum untuk menerima apa adanya. Tetapi sebenarnya lebih dari itu,
              lebih dari sekedar menerima apa adanya, yang terkesan bahwa kita menyerah pada nasib. Karena syukur tidak hanya menerima apa adanya, tetapi lebih pada   
              menghormati jalan hidup yang kita jalani, jalan hidup yang diberikan oleh sang Maha Kuasa, dengan menjalankan hidup dengan sebenar - benarnya.


Kita yang tinggal di kawasan Muka Kuning, Batam, pasti tahu beberapa tempat makan yang dikelola oleh Batamindo Industrial Park, ada Pujasera (dekat plaza batamindo), ada cansera (blok Q), Wansera (dibelakang Rubycon) atau yang paling favorite buat saya adalah Panasera (dekat dormitory-nya gadis - gadis blok P).
Selain karena alasan itu, Panasera memang buka non-stop 24 jam sehari, sehingga cocok untuk bersosialisasi (baca:tongkrong) dengan banyak orang.

Dari tempat makan ini, saya mengenal banyak orang dari segala lapisan, bahkan boleh di bilang hampir separo lebih orang yang saya kenal di Batam ini, berawal dari tempat ini. Sebagian dari mereka adalah teman baik saya sampai sekarang.
Tengah malam, dengan ditemani teh susu, saya sering ngobrol dengan beberapa pegawai stal - stal makanan ataupun minuman, penjaja rokok, penjual Koran, security maupun beberapa karyawan perusahaan lain.
Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yang pernah saya kunjungi ataupun cuma saya baca beritanya, sehingga bisa menambah wawasan kita. Bahan perbincanganpun bisa dari sepakbola, politik, filsafat hidup, bahkan sampai masalah wanita.

Raul, nama aslinya adalah udin, adalah orang aceh yang berjualan rokok yang paling sering ngobrol dengan saya, usia kami sama, bahkan kami nikah cuma beda 4 bulan, saya ingat tanggal nikahnya, karena saya di undang waktu itu. Kami berteman sejak masih lajang, bahkan dulu kami sering ikut "ribut-ribut" bareng kalau ada keonaran di Panasera.
Dia rajin membaca Koran dan bertanya banyak hal dari saya. Bahkan sering minta print out berita di internet kalau ada berita yang lagi "hot".

Yang dia lakukan bukan untuk gagah - gagahan, tapi lebih dari sekedar dia menghormati rejeki dia. Di meja dia jualan rokok, lebih sering penuh daripada yang lain, yang otomatis yang beli rokok juga lebih banyak. Karena dari beberapa orang yang jualan rokok di situ, dia yang paling "berwawasan" , orang jadi suka ketempat dia untuk mengobrol banyak hal. Dia tidak pernah mengeluh karena berjualan rokok, bahkan dia menghormati jalan hidup yang dia terima dengan banyak berimprovisasi, bahkan
sekarang dia juga jualan pulsa elektronik, handphone, bahkan sampai memesankan tiket pesawat. Itu karena pergaulan dia yang luas. Bagi saya dia juga guru hidup, dan kami saling menghormati.

Satu lagi yang berkesan dalah seorang bapak tua, yang biasa kami panggil Pak Dhe (tinggalnya di Bida Ayu, depan tempat irul), usianya sekitar 55 tahun. Dia sudah pulang kampung hampir dua tahun yang lalu. Beliau bahkan akrab dengan istri dan anakku, bahkan ketika pak dhe pulang istriku nitip baju buat beliau.

Orangnya selalu tersenyum, pekerjaan sehari - hari adalah tukang sapu dan bersih - bersih kawasan Panasera. Saya mengenalnya dari semenjak saya belum berkeluarga, kebetulan beliau orang Kendal, sebuah kota satelit Semarang, kota saya tercinta.
Dengan gaji yang beliau terima, beliau hanya menikmati sedikit saja, karena sebagian besar dikirim ke kampung. Tak jarang saya sering memberi beliau rokok sebagai sebuah simpati saya pada beliau. Walau yang saya dapat dari beliau lebih dari itu.

Saya pernah bertanya kepada beliau, mengapa beliau memilih perkerjaan ini, bukankah seumuran beliau harusnya lebih banyak istrirahat.
Jawab beliau," orang hidup itu hanya sekedar menjalani suratan hidupnya, yang telah diberikan oleh sang Kuasa".

Beliau selalu penuh tanggung jawab membereskan pekerjaannya, walau sering kita lihat kelelahan wajah tuanya tidak bisa menyembunyikannya, tapi beliau selalu tersenyum. Bahkan masih sering menasehati saya supaya menghormati rejeki yang saya terima dengan bekerja sebaik-baiknya,karena rejeki itu datang dari Tuhan, dan wujud syukur itu adalah menghormati dari mana rejeki kita datang.
Mudah - mudahan beliau selalu sehat, karena masih banyak yang harus saya pelajari dari orang seperti itu.

--- o ---

Bulan Juni kemarin, sewaktu mewakili perusahaan untuk memberi bantuan ke Jogja, saya sempat tertinggal pesawat dari Jakarta ke Jogja. Dan karena sudah malam saya memutuskan untuk menginap di hotel, menunggu penerbangan besok paginya.
Entah kenapa mobil hotel yang menjemput kami, yang sudah terlihat waktu kami mengurus tiket, tidak sabar menunggu dan meninggalkan kami.
Di luar bandara, seorang teman dari Batam menelpon kami, dan menyarankan untuk menginap di rumah temannya, seorang pegawai Damri Bandara.

Namanya Amat, kami memanggilnya Cak Amat, yang menjemput kami di Bandara. Segera kami kerumah kontrakannya, dekat dengan kawasan bandara.
Saat itu sedang rame - ramenya Piala Dunia, sehingga setelah terisi sepiring nasi goreng kambing, kami menonton pertandingan tengah malam dan dilanjutkan sampai paginya, walhasil saya sama sekali tidak tidur.
Tapi dari obrolan kami yang "cuma" setengah malam, saya mendapat "sedikit" ilmu tentang syukur itu sendiri.

Kami mengobrol masalah rumah tangga, kebetulan beliau selama ini jauh dari istri, dan sudah dikaruniai seorang putri yang sudah besar.
Beliau bilang "menyesal" kenapa jauh dari istri, sedangkan sering dia butuh saran seorang istri dalam berbagai masalah. Tapi lepas dari itu, beliau bersyukur atas istri yang mau mengerti dan selalu memberi semangat hidup buat beliau.

Obrolan kami berkembang kemasalah umum tentang rumah tangga, dan sepakat bahwa syukur tidak hanya kepada pendapatan yang kita peroleh secara
materi, tetapi juga syukur atau ikhlas pada pasangan hidup yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita.
Ikhlas terhadap istri, maka kita akan selalu menghadapi hidup dengan bahagia. Menerima istri kita sebagai anugerah yang Tuhan berikan,
memperlakukannya dengan ikhlas dalam berbagai hal, separuh dunia akan menjadi milikmu.

Itulah syukur,
Banyak dalam hidup ini yang perlu kita syukuri, semua ini adalah pemberian Tuhan, jangan sia - siakan dengan mengeluh, marah dan putus asa.
Bahkan sesuatu yang kita sebut dengan "kegagalan" adalah sebuah syukur nikmat berupa pelajaran yang berharga, buka hati kita pandanglah sekelilingmu atas nikmat dari sang Maha Kuasa.

Kalau kita memandang apa yang tidak kita punya, kita akan merasa tidak punya apa - apa, tapi pandanglah yang ada di "tangan" kita, kita seperti memilik segalanya.
Semoga hari ini lebih baik dari kemarin

From my friend for all of us
DQ – pejuang pemikir, pemikir pejuang(yang lagi belajar untuk bersyukur...)
Read more...